apa puisi?
untuk apa aku berpuisi?
puisi nusantara kata basa-basi
syarat nosi
nosi cinta
nosi luka
nosi rindu
nosi-nosi
terekam dalam indahnya warna warni
MJ<3FA
nosi hidup
Senin, 06 Mei 2013
psikolinguistik
Analisis Kalimat
Berikut Berdasarkan Sintaksis dan Semantik
Membangun
itu tidak asal
Mengeritik
itu boleh tidak
Membangun
mengeritik itu boleh asal
Mengeritik
itu membangun
Membangun
itu mengeritik
Asal boleh mengeritik,
boleh itu asal
A. Analisis Sintaksis
Kalimat-kalimat di atas apabila
dianalisis secara sintaksis adalah seperti berikut ini.
Kalimat 1 Membangun
itu tidak asal, kalimat ini terdiri dari 2 fungsi, yaitu membangun itu menduduki fungsi subjek, kategori frasa nomina,
tidak asal menduduki fungsi predikat
negatif, kategori frasa nomina.
Kalimat 2 Mengeritik itu boleh tidak, mengeritik itu menduduki fungsi subjek,
kategori frasa nomina, boleh tidak menduduki
fungsi predikat negatif. Jadi, bisa disimpulkan bahwa kalimat ini merupakan
kalimat tunggal karena di dalam kalimat tersebut memiliki subjek dan predikat hanya
1. Demikian juga dengan kalimat 1 yang merupakan kalimat tunggal.
Kalimat 3 Membangun mengeritik itu boleh asal, ini termasuk kalimat tunggal
yaitu kalimat yang minimal terdiri dari subjek dan predikat atau predikat saja.
Apabila kalimat tersebut diuraikan akan menduduki fungsi subjek dengan kategori
frasa nominaàmembangun mengeritik itu dan
predikatàboleh asal.
Kalimat 4 Mengeritik itu membangun, kalimat ini terdiri dari mengeritik itu sebagai subjek, kategori
frasa nomina dan membangun sebagai
predikat, kategori frasa verba. Maka bisa disimpulkan bahwa kalimat tersebut
adalah kalimat tunggal yang terdiri dari subjek dan prdikat.
Kalimat 5 Membangun itu mengeritik, kalimat ini juga termasuk kalimat
tunggal. Membangun itu sebagai subjek,
kategori frasa nomina dan mengeritik sebagai
predikat, kategori frasa verba.
Kalimat 6 Asal boleh mengeritik, boleh itu asal, di dalam penggalan puisi ini
terdapat kata itu setelah kata boleh. Untuk menentukan sebuah subjek
pada umumnya ditandai dengan frasa yang diikuti itu. Hal ini bukan berarti kata
boleh bisa menduduki fungsi sebagai
subjek, karena untuk menentukan subjek dalam kalimat juga bisa dilihat dengan
menjadikan kalimat tanya yaitu ‘Apa/Siapa yang P?’. Jadi dapat disimpulkan bahwa tidak semua
frasa yang diikuti “itu” selalu menduduki fungsi subjek.
Secara garis besar dapat disimpulkan bahwa kata-kata
yang disusun menjadi puisi tidak selamanya bisa disebut sebagai kalimat. Hal
ini berhubungan dengan kebebasan penulis dalam berkarya (licentia poetica) yang digunakan untuk menarik minat pembaca dengan
menggunakan kata tertentu dalam puisi. Dalam puisi, penulis tidak memerhatikan
bahwa dalam rangkaian katanya harus terdiri dari subjek dan predikat. Hal ini
sudah menjadi kewajaran dalam penulisan sebuah puisi. Berbeda dengan gaya
penulisan dalam berita atau artikel yang setiap kalimatnya harus memiliki subjek
dan predikat karena artikel dan berita terdiri dari rangkaian kata yang disusun
menjadi frasa, dari frasa dijadikan kalimat, dari kalimat dijadikan wacana,
kemudian disampaikan secara tertulis. Sedangkan pada puisi, dari kata menjadi
frasa, dari frasa bisa menjadi kalimat bisa tidak, kemudian disampaikan secara
tulis.
B. Analisis Semantik
Setelah menganalis kalimat tersebut
di atas dari segi sintaksis, sekarang saya akan menganalisisnya dari segi lain,
yakni semantik. Dari segi semantik, kalimat-kalimat di atas terdiri dari dua
kata kunci “mengeritik” dan “membangun”. Dari segi sosial, penggalan puisi ini mengambarkan
dan menyindir situasi yang sedang terjadi pada masa sekarang, khususnya di
Indonesia.
Di indonesia saat ini, sering kita
ketahui bahwa seseorang pada umumnya memang sangat piawai dalam mengeritik.
Akan tetapi, mereka jarang memberikan saran yang membangun. Kritikan mereka
hanya sebatas ejekan dan ingin menunjukkan bahwa dia lebih baik dari orang yang
dikritik. Padahal belum tentu demikian. Seorang pengeritik yang baik seharusnya
juga bisa memberikan saran yang membangun. Sehingga kritikan itu bisa dijadikan
pembelajaran dan bisa disempurnakan lagi. Dalam penggalan puisi karya Taufik
Ismail tersebut juga memiliki makna yang demikian. Dalam megeritik seharusnya
kita memberikan kritikan yang membangun tetapi tidak boleh asal membangun.
Kritikan yang membangun maksudnya adalah sebuah kritikan yang mampu memberikan
motivasi baru bagi orang yang dikritik bukan kebalikannya justru menurunkan
semangat atau terkesan memojokkan.
Jadi, bisa disimpulkan bahwa ketika
kita mengeritik sesuatu maka kritikan tersebut harus disertai dengan saran yang
membangun. Bukan hanya asal mengeritik.
oleh: Miftii
puisi
SAJAK JATUH CINTA 1
Ketika cinta menghampiri jiwa sepi dan hampa
Terasa indah saat dirasa
Jiwa yang hampa akan kasihnya
Seolah-olah terisi saat ia menyapa
Senyumnya begitu indah
Seindah wajahnya yang memesona
Tenang,
Teduh,
Menyejukkan kalbu
Memang mentariku tak pernah berubah
Tetap bersinar walaupun mendung mendera
SAJAK JATUH
CINTA 2
Pesonamu memancarkan
keindahan
Nyatamu menciptakan
kebahagian
Tuturmu membawa keteduhan
Keteduhan dalam kalbu
Kau laksana air
Menghapuskan dahaga
di tengah tanah tandus dan gersang
Bukan percuma bila ku
menunggu
Menunggu dari zaman purba
Menuggumu
Wahai pemikat hati
Langganan:
Postingan (Atom)